Cinta

Cinta
Demi Wildan

Bebek

Bebek
Jepret-jepret karya WIildan

Senin, 04 Mei 2015

Mama dan Ca mammae stadium 4

Mamaku sakit. Sejak tahun 2013 kesehatan mama memburuk drastis. Diawali dengan meninggalnya mbah jawa (ibunya mama) di Januari 2013, sejak saat itu kondisi mental mama menurun. Mama jadi paranoid dan depresi berat. Kalau kata teman psikiaterku kemungkinan gangguan bipolar. Kadang terlihat hepi tapi lebih banyak "ga hepinya". Yang bikin mengganggu sih, mama jadi kayak punya ketakutan yang amat sangat. Takut meninggal, takut ditinggal sendiri, berpikir ada yang sedang mengawasi, intinya ga bisa ditinggal sendiri. Sedihkah saya? Banget-banget. Mau dibawa ke teman psikiater tapi mama menolak dengan alasan "aku ngga sakit jiwa". Duh.....

Tapi bukan cuma kesehatan mentalnya yang turun, fisiknya juga. Oktober 2013 mama tiba-tiba parese inferior diiringi nyeri di pinggang. Ya HNPnya bermasalah. Kami putuskan untuk laminektomi walaupun biayanya tinggi sekali karena tidak mau beliau jadi plegi. Pasca laminektomi, mama bedrest 1 bulan di RS. Sembuhkah? Ternyata tidak. Ya memang tindakan tersebut hanya memberi kesuksesan rasio 50-50, alias gagal. Tapi ini kan ikhtiar, walau pasca laminektomi mama masih saja bedrest. 
Dokter bedah syarafnya bilang ini mama pasti ada komponen pikiran yang bikin perburukannya lamban. Dia aja tau tuh, tapi mama tetap merasa dia baik-baik saja. 
April 2014 mama kembali nyeri dengan demam tinggi. Pencitraannya menunjukkan gambaran litik di lumbal. Saat itu diduga osteomielitis post op. Mama bedrest lagi sebulan di RS. Pulang dari RS timbul benjolan di ketiak. Waduh....apa lagi itu? Rencana biopsi ditolak mentah-mentah sama mama, walau sepertinya dia sudah sedikit punya firasat kalau itu suatu keganasan. Alasannya : benerin dulu satu-satu penyakitnya. 

Dan saya tidak kuasa memaksakan pendapat medis saya pada beliau. Jujur, saya akui saya sibuk sendiri dengan praktik saya dan kehidupan keluarga kecil saya. Dari sebelumnya memang hubungan saya dengan mama tidak terlalu bagus, naik turun diiringi pertengkaran-pertengkaran yang setelah saya review lagi ternyata karena hal-hal yang sepele. Diingat-ingat, ah saya terlalu mirip dengan beliau. 

Sampai benjolannya membesar di Januari 2015 diiringi nyeri, barulah biopsi mau dilakukan. Saya sangat khawatir itu suatu limfoma maligna. Ternyata saat konsul dengan SpBOnk, ternyata itu CA MAMMAE metastasis ke KGB axilla. Deeegggg, kok bisa? Selama ini ga pernah beliau mengeluh ada benjolan di payudara. Keluhannya ya kaki sakit, pinggang sakit, nyeri di punggung. Ya sudah, ga usah record ke belakang. Ini faktanya, hadapi. 

Hasil biopsi dan pemeriksaan IHK-nya HER 2. Artinya ganas sekali. Staging sudah menjalar ke lumbal tempat HNP nya dan paru. Hiks hiks, ganas sekali. Diskusi dengan beberapa teman sejawat, kami simpulkan bahwa keluhan yang dianggap sebagai osteomielitis itu sebenarnya adalah manifestasi metastasis. Karena ada predisposisi HNP, maka lokasi tersebut menjadi lokus minoris resistensia. 

 Saya sempat nangis didepan KHOMnya waktu saya bilang tidak meng-ACC kemoterapi intra vena. Mengapa? Banyak pertimbangannya. Usia yang sudah lanjut yang fungsi organnya juga sudah menurun. Mama menjadi pengguna BPJS karena asuransi jaminan kantor sudah tidak berlaku lagi sejak pemaksaan sistem BPJS (ggrrrrrhhhhh), Dan Dharmais menjadi sangat crowded dengan pasien kanker disertai dengan antrian yang sangat sangat panjang. Walau Mama pengguna BPJS kelas 1 , perlakuannya sama saja dengan BPJS tidak mampu. Antrian yang panjang sangat membuat mama menderita, karena duduk terlalu lama membuat pinggangnya sakit. Mungkin tidak terlalu bermasalah bagi pasien Ca lainnya karena masih banyak yang gagah berjalan sendiri mengurus administrasi sendiri. Atau kalau tidak bisa jalan, masih bisa duduk nyaman. Sementara mama, duduk pun menyiksanya. 

Akhirnya saya memilih tindakan kemo oral dan radiasi saja. Dengan pertimbangan asal mama tidak plegi saja. Menunggu radiasi memakan waktu, setelah Bapak marah dengan petugas pendaftaran baru mama dijadwalkan untuk radiasi. Saya memilih tindakan paliatif saja agar mama tidak tersiksa dengan segala jenis efek samping obat.

Menyerahkah saya? Tidak ! Saya berusaha realistis walaupun semua keputusan saya acap ditentang adik-adik saya yang ingin tindakan maksimal. Mama sudah lanjut usia, dengan mental yang sudah terlanjur jatuh sebelumnya, dengan sebaran kanker yang sudah kemana-mana, saya hanya berpikir untuk membuat mama nyaman dengan kondisinya. Sebagai dokter saya tahu prognosisnya, tapi sebagai manusia beriman, saya serahkan semuanya kepada Alloh SWT. 

Apabila mama harus pergi, saya ikhlas karena saya tahu betapa berat sakit yang dideritanya. Tapi sebelum terjadi, saya masih ingin jadi anak berbakti. Saya masih ingin menyenangkan mama. Saya ingin tidak lagi menyakiti hatinya, saya masih mau lihat senyumnya. Senyum yang beliau jarang berikan pada saya, hanya di saat-saat tertentu saja seperti saat saya wisuda dokter dan spesialis. Saat saya memiliki Wildan. 



Saya pilu bila melihat beliau sekarang. Badannya sangat kurus hanya kulit terbalut tulang, rambutnya yang dulu ikal lebat sekarang tipis dan putih. Wajahnya yang dulu selalu terlihat cantik sekarang seakan terhisap semua kecantikannya. Hanya bersinar saat Wildan datang ke rumahnya. 



Sebelumnya saya suka sebal kalau mama tiba-tiba ada di rumah saya karena takut sendirian bila di rumahnya kosong tidak ada orang. Sekarang saya mau bayar semampu saya asal mama dengan sepedanya tiba-tiba hadir di rumah saya. Saya hapus semua pertengkaran dan perbedaan dengan beliau bila saya bisa. Saya ambil bebannya bila memang bisa. 

Sekarang saya hanya ingin lihat senyum beliau saja walau setiap bertemu beliau hati saya teriris dan jiwa saya menangis. Saya juga masih selalu bohong sama beliau dengan berkata, "Banyak kok yang sembuh. Berdoa saja ya ma!" Saya masih berbohong pada beliau bahwa beliau cukup minum obat dan sinar saja, ga perlu kemo iv, artinya masih ringan. Duh dosa bener ya saya? Tapi berbohong sedikit agar semangatnya kembali menurut saya adalah sesuatu yang dibutuhkan beliau sekarang.




Allahuma rabbannas, 
adz-hibil ba’sa 
isyfi
antasy-syafi 
la syifa’a illa syifa’uka, 
syifa’an la yughadiru saqaman” 


Wahai Allah Tuhan manusia 
Hilangkanlah rasa sakit ini 
Sembuhkanlah…..!!!!! Engkaulah Yang Maha Penyembuh 
Tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu 
Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan komplikasi rasa sakit dan penyakit lain


Aamiin yaa rabbal aalamiin 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar