Cinta

Cinta
Demi Wildan

Bebek

Bebek
Jepret-jepret karya WIildan

Senin, 04 Mei 2015

Obituari - Late post

Kemarin, 5 November 2012 pukul 22.20, kembali seorang rekan berpulang dalam usianya yang masih muda. Haru biru rasanya membayangkan bertahun-tahun yang lalu, beliau masih tertawa-tawa cengengesan dengan gayanya yang unik. Belum pernah bertemu dengannya kembali, sayang beliau keburu pergi dipanggil Khalik.

Posting ini saya buat untuk mengenang beberapa teman saya yang sudah terlebih dulu menghadap Illahi beserta kenangan terakhir yang mereka tinggalkan buat saya. Sebagai pengingat untuk saya, bahwa hidup selalu meninggalkan misteri, karena kita tidak pernah tahu kapan akhir waktu kita di dunia ini tiba. Dan kalau kita tahu kapan waktu kita berakhir, rasanya tidak ada seorang pun yang siap karena bekal kita akan selalu terasa kurang.

Beberapa teman yang mendahului saya, semuanya orang yang sangat baik. Mungkin karena kebaikannya, Allah SWT memanggil mereka lebih cepat. Dan kepergian mereka kebanyakan selalu dengan cara yang tidak diduga, cepat dan tiba-tiba. Mungkin karena Allah SWT tidak ingin mereka merasakan sakit yang terlalu lama, Walahu'alam bishowab...

Evi adalah yang pertama pergi. Evi yang manis, ceria dan selalu berpikiran dewasa. Kalau tidak salah, usianya masih 23 tahun saat ia terjatuh dari kereta di stasiun Cikampek dini hari dan berpulang seketika karena cedera kepala berat. Evi pulang ke Karawang dari Semarang setelah stase Neurologi dan ujian selesai, menemui Mas Agus, suami yang belum genap setengah tahun menikah dengannya. Masih ingat jelas, pamitnya pada saya saat kami berdua menuruni tangga bagian Neurologi FK-Undip/RSDK:"Ni, Evi pamit ya,  mau pulang dulu. Kangen Kang Agus,nih." Entah apa jawaban saya waktu itu tidak jelas lagi, mungkin saya membalas dengan menggodanya supaya cepat punya anak. Ya Allah, sudah 12 tahun rupanya Evi pergi. Tapi saya masih ingat candaan-candaan kami di kos. Polah kami saling pinjam meminjam baju, belajar dandan menor, dll. Al Fatihah buat kamu, ya, Vi...

Dua tahun setelah kelulusan, saya mendapat kabar buruk. Kali ini datang dari Diah Apriyani. Beliau wafat tersengat arus listrik saat sedang menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Nyawanya tidak tertolong. Meninggalkan anak yang belum genap usianya setahun kalau tidak salah, bahkan masih mendapat ASI. Diah yang solehah, Diah yang vokal menyuarakan kebenaran dan keadilan, Diah yang aktivis Rohis adalah Diah yang saya kenal. Terakhir bertemu dengannya adalah saat beliau menikah. Saya ingat baru selesai jaga di klinik 24 jam di daerah kumuh di Ujung Menteng dan pergi ke rumahnya bersama Inne. Karena buta daerah Tanjung Priok, kami kesasar-sasar. Diah waktu itu berseri-seri sekali karena menggenapkan Dien-nya. Ternyata itu adalah saat terakhir saya bertemu dengannya. Al Fatihah buat kamu, ya, Pri..

Lalu tahun 2008, kembali kabar tragis datang. Mas Baki, sejawat PTT saya dulu di Lampung, meninggal di tempat saat motor yang dikendarainya menuju RS Pertamina Pusat, tempatnya bekerja, tersenggol bus Mayasari Bhakti dan terseret sekian puluh meter. Adik saya berada di tempat kejadian tanpa menyadari bahwa itu teman saya yang menjadi korban. Padahal saat itu mas Baki baru saja diterima menjadi residen Interna di Unpad. Alloh yang menentukan ya, semoga amalan baik Mas diterimaNya. Al Fatihah ya buat Mas Baki... Kenangan pergi kembali ke Lampung mampir Pandeglang ke rumah ibu Mas akan selalu saya ingat. Demikian juga saat mobil saya terguling di Lampung, Mas Baki datang malam-malam buat memeriksa keadaan saya. Hiks...

Lalu Arief Hakim teman semasa kuliah FK juga mendahului karena kecelakaan di daerah Boyolali. Kabarnya Arief meninggal seketika. Saat itu Arief masih menjalani pendidikan anestesi. Semoga khusnul khotimah ya... Al Fatihah buat Arief. Yulius Darwanto yang juga teman kuliah saya kalah melawan Ca Colon. Desy teman sekolah SMP dan SMA pun kalah melawan Ca mammae.

Begitu banyak yang sudah pergi. Saya hanya berharap saat saya pergi, bekal saya cukup dan tidak menyulitkan orang lain.



اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِيفِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلْ الْحَيَاةَزِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Allohumma ashlih lii diinii alladzii huwa ‘ishmatu amriy, wa ashlihlii dun yaya allatiy piihaa ma’a syii, wa ashlihlii aakhiroti allatii pii haa ma’aadiy, waj’alil hayaata jiyaadatan lii fi kulli khoiriy,waj’alil mauta roohatan lii mingkulli syarrin.

“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku. Dan perbaikilah duniaku untukku, yang ia menjadi tempat hidupku. Serta perbaikilah akhiratku yang ia menjadi tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah kematian sebagai kebebasan bagiku dari segala kejahatan.” (HR. Muslim no. 2720 dari Abu Hurairah)

Mama dan Ca mammae stadium 4

Mamaku sakit. Sejak tahun 2013 kesehatan mama memburuk drastis. Diawali dengan meninggalnya mbah jawa (ibunya mama) di Januari 2013, sejak saat itu kondisi mental mama menurun. Mama jadi paranoid dan depresi berat. Kalau kata teman psikiaterku kemungkinan gangguan bipolar. Kadang terlihat hepi tapi lebih banyak "ga hepinya". Yang bikin mengganggu sih, mama jadi kayak punya ketakutan yang amat sangat. Takut meninggal, takut ditinggal sendiri, berpikir ada yang sedang mengawasi, intinya ga bisa ditinggal sendiri. Sedihkah saya? Banget-banget. Mau dibawa ke teman psikiater tapi mama menolak dengan alasan "aku ngga sakit jiwa". Duh.....

Tapi bukan cuma kesehatan mentalnya yang turun, fisiknya juga. Oktober 2013 mama tiba-tiba parese inferior diiringi nyeri di pinggang. Ya HNPnya bermasalah. Kami putuskan untuk laminektomi walaupun biayanya tinggi sekali karena tidak mau beliau jadi plegi. Pasca laminektomi, mama bedrest 1 bulan di RS. Sembuhkah? Ternyata tidak. Ya memang tindakan tersebut hanya memberi kesuksesan rasio 50-50, alias gagal. Tapi ini kan ikhtiar, walau pasca laminektomi mama masih saja bedrest. 
Dokter bedah syarafnya bilang ini mama pasti ada komponen pikiran yang bikin perburukannya lamban. Dia aja tau tuh, tapi mama tetap merasa dia baik-baik saja. 
April 2014 mama kembali nyeri dengan demam tinggi. Pencitraannya menunjukkan gambaran litik di lumbal. Saat itu diduga osteomielitis post op. Mama bedrest lagi sebulan di RS. Pulang dari RS timbul benjolan di ketiak. Waduh....apa lagi itu? Rencana biopsi ditolak mentah-mentah sama mama, walau sepertinya dia sudah sedikit punya firasat kalau itu suatu keganasan. Alasannya : benerin dulu satu-satu penyakitnya. 

Dan saya tidak kuasa memaksakan pendapat medis saya pada beliau. Jujur, saya akui saya sibuk sendiri dengan praktik saya dan kehidupan keluarga kecil saya. Dari sebelumnya memang hubungan saya dengan mama tidak terlalu bagus, naik turun diiringi pertengkaran-pertengkaran yang setelah saya review lagi ternyata karena hal-hal yang sepele. Diingat-ingat, ah saya terlalu mirip dengan beliau. 

Sampai benjolannya membesar di Januari 2015 diiringi nyeri, barulah biopsi mau dilakukan. Saya sangat khawatir itu suatu limfoma maligna. Ternyata saat konsul dengan SpBOnk, ternyata itu CA MAMMAE metastasis ke KGB axilla. Deeegggg, kok bisa? Selama ini ga pernah beliau mengeluh ada benjolan di payudara. Keluhannya ya kaki sakit, pinggang sakit, nyeri di punggung. Ya sudah, ga usah record ke belakang. Ini faktanya, hadapi. 

Hasil biopsi dan pemeriksaan IHK-nya HER 2. Artinya ganas sekali. Staging sudah menjalar ke lumbal tempat HNP nya dan paru. Hiks hiks, ganas sekali. Diskusi dengan beberapa teman sejawat, kami simpulkan bahwa keluhan yang dianggap sebagai osteomielitis itu sebenarnya adalah manifestasi metastasis. Karena ada predisposisi HNP, maka lokasi tersebut menjadi lokus minoris resistensia. 

 Saya sempat nangis didepan KHOMnya waktu saya bilang tidak meng-ACC kemoterapi intra vena. Mengapa? Banyak pertimbangannya. Usia yang sudah lanjut yang fungsi organnya juga sudah menurun. Mama menjadi pengguna BPJS karena asuransi jaminan kantor sudah tidak berlaku lagi sejak pemaksaan sistem BPJS (ggrrrrrhhhhh), Dan Dharmais menjadi sangat crowded dengan pasien kanker disertai dengan antrian yang sangat sangat panjang. Walau Mama pengguna BPJS kelas 1 , perlakuannya sama saja dengan BPJS tidak mampu. Antrian yang panjang sangat membuat mama menderita, karena duduk terlalu lama membuat pinggangnya sakit. Mungkin tidak terlalu bermasalah bagi pasien Ca lainnya karena masih banyak yang gagah berjalan sendiri mengurus administrasi sendiri. Atau kalau tidak bisa jalan, masih bisa duduk nyaman. Sementara mama, duduk pun menyiksanya. 

Akhirnya saya memilih tindakan kemo oral dan radiasi saja. Dengan pertimbangan asal mama tidak plegi saja. Menunggu radiasi memakan waktu, setelah Bapak marah dengan petugas pendaftaran baru mama dijadwalkan untuk radiasi. Saya memilih tindakan paliatif saja agar mama tidak tersiksa dengan segala jenis efek samping obat.

Menyerahkah saya? Tidak ! Saya berusaha realistis walaupun semua keputusan saya acap ditentang adik-adik saya yang ingin tindakan maksimal. Mama sudah lanjut usia, dengan mental yang sudah terlanjur jatuh sebelumnya, dengan sebaran kanker yang sudah kemana-mana, saya hanya berpikir untuk membuat mama nyaman dengan kondisinya. Sebagai dokter saya tahu prognosisnya, tapi sebagai manusia beriman, saya serahkan semuanya kepada Alloh SWT. 

Apabila mama harus pergi, saya ikhlas karena saya tahu betapa berat sakit yang dideritanya. Tapi sebelum terjadi, saya masih ingin jadi anak berbakti. Saya masih ingin menyenangkan mama. Saya ingin tidak lagi menyakiti hatinya, saya masih mau lihat senyumnya. Senyum yang beliau jarang berikan pada saya, hanya di saat-saat tertentu saja seperti saat saya wisuda dokter dan spesialis. Saat saya memiliki Wildan. 



Saya pilu bila melihat beliau sekarang. Badannya sangat kurus hanya kulit terbalut tulang, rambutnya yang dulu ikal lebat sekarang tipis dan putih. Wajahnya yang dulu selalu terlihat cantik sekarang seakan terhisap semua kecantikannya. Hanya bersinar saat Wildan datang ke rumahnya. 



Sebelumnya saya suka sebal kalau mama tiba-tiba ada di rumah saya karena takut sendirian bila di rumahnya kosong tidak ada orang. Sekarang saya mau bayar semampu saya asal mama dengan sepedanya tiba-tiba hadir di rumah saya. Saya hapus semua pertengkaran dan perbedaan dengan beliau bila saya bisa. Saya ambil bebannya bila memang bisa. 

Sekarang saya hanya ingin lihat senyum beliau saja walau setiap bertemu beliau hati saya teriris dan jiwa saya menangis. Saya juga masih selalu bohong sama beliau dengan berkata, "Banyak kok yang sembuh. Berdoa saja ya ma!" Saya masih berbohong pada beliau bahwa beliau cukup minum obat dan sinar saja, ga perlu kemo iv, artinya masih ringan. Duh dosa bener ya saya? Tapi berbohong sedikit agar semangatnya kembali menurut saya adalah sesuatu yang dibutuhkan beliau sekarang.




Allahuma rabbannas, 
adz-hibil ba’sa 
isyfi
antasy-syafi 
la syifa’a illa syifa’uka, 
syifa’an la yughadiru saqaman” 


Wahai Allah Tuhan manusia 
Hilangkanlah rasa sakit ini 
Sembuhkanlah…..!!!!! Engkaulah Yang Maha Penyembuh 
Tidak ada kesembuhan yang sejati kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu 
Yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan komplikasi rasa sakit dan penyakit lain


Aamiin yaa rabbal aalamiin 



Minggu, 03 Mei 2015

Short Escape to Solo (late post - Oktober 2013)

Ini sebenarnya posting jadul bener deh. Gara - gara malas baru bisa ditulis sekarang. Yah tujuannya bikin blog ini kan sebenarnya buat kenang-kenangan untuk dibaca-baca sama Wildan nanti kalau sudah besar. Biar bisa senyum mengingat masa kecilnya yang indah dengan jalan-jalan sama Ibu dan Ayah (hiks huaaa langsung mbrebes mili deh).

Edisi simbok pelit, jalan-jalan kali ini juga disponsori oleh farmasi dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan IDAI 2013 di Solo. Ada yang istimewa karena simbok akan terima penghargaan penulisan makalah ilmiah terbaik versi majalah Sari Pediatri dan dapat uang boook..Mayan lah buat belanja oleh-oleh. 

Seperti biasa simbok jalan duluan, disusul sama mas Wildan dan Ayah. Gara-gara miskom, simbok datang sehari lebih awal. Walau sebal karena ga ada teman, tapi simbok hepi-hepi aja jalan-jalan sendirian seputar Solo. Menginap di Rumah Turi Solo yang katanya hotel (menurut saya sih masih taraf "motel" ya bukan hotel) ecogreen percontohan di Solo. Bagus memang, ijo royo-royo. Kalau ngga tau jalan agak susah nyarinya karena di lingkungan perumahan. Kalau nginep di hotel unik begini pas sendirian, karena kalau sama Wildan akan protes berat, " Kok ga ada bathtubnya?" Jiaaaaah banci bathtub dia. 


Pengen kamar kayak gini deh



Sendirian simbok jalan ke pasar Triwindu (yang juga ga kebeli apapun), makan sotonya yang terkenal itu, terus lanjut jalan kaki ke Klewer. Alamakjaaan kirain deket, jauh ternyata. Mana Solo ga ada angkot adanya Trans Solo jadi deh ibu nyobain muter2 nyasar di Solo hihihi. Untung ga ilang yah. Di Klewer pengen nyobain tengklengnya tapi kaki dah gempor nih. Mo naik becak ngga tega sama yang nggenjot :p. 
Soto Triwindu yang terkenal itu

Penampakannya nih, buat saya enak tapi masih enak soto bu Jatmi

Sabtunya baru mas Wildan dan ayah datang. Dijemput di bandara Adi Sumarmo , kita langsung capcus ke Prambanan. Sebelum ke bandara, simbok makan dulu di Selat Solo mbak Vien's. Enak bo enaaak. 
Selat solo mbak Viens

As you know, simbok kebanyakan gaya dan itinerary tapi ga pernah ada yang jalan. Kan judulnya biar sah udah sampai Solo-Jogja kalau ke Prambanan (hadeuh padahal kalau tau tahun depannya bakal pergi ke Jogja juga ogah deh suruh ke Prambanan siang-siang). Panaaaaaaaaassssssss


Menjemput duo ganteng aaah kangeeeen

Ada sentimen sendiri sih di Prambanan, simbok dan ayah dulu honey moon ke sini. Masih ada fotonya loh dengan simbok masih langsing tujuh keliling. Eh tapi kita sedikit kecewa karena gara2 gempa Jogja, banyak candi yang terpaksa di renovasi dan suasananya jadi gersang gitu. Ada yang bagi2in selendang batik, sudah geer aja kirain buat kita, eh ternyata memang dipinjamkan bagi pengunjung yang mau masuk ke area candi.


Dibawah payung fantasi

The Samians di Prambanan

Tuh kan banyak yang rusak

Ayah Ali pakai sarung batik


Idan di depan candi

Kita ngga nyewa guide sendiri (edisi medit masih berlanjut). Instead of, kita nebeng rombongan orang dari suatu perusahaan yang lagi jalan-jalan. Guidenya informatif sekali. Idan senang sekali dengar ceritanya. He was the smallest on the group. Wkwkwk untung kita ga dipelototin ya sama peserta tour karena nebeng gratis. Di tamannya Idan sempat kasih makan rusa, kasian rusanya kurus kering di cuaca panas dan ga ada tempat minumnya. Hei terlalu kalian yang ngurus yaaa!!!


Kasian rusanya kurus-kurus


Pulang dari Prambanan, Idan cranky karena lapar. Pak supir menyarankan kita makan di RM Ayam Goreng Mayar. Enak dan murah, Si Idan langsung ilang cranky nya dan tidur sampai balik Solo. Kenapa makanan di Jakarta ga ada yang seenak itu yaaaa? 
Nyaaaam ayamnya gedeee


Muka lapar

Kita langsung pergi ke hotel Kusuma Sahid. Judulnya hotel bintang lima, tapi rasanya bintang lima jaman Orde Baru nih. Kamarnya creepy mana mojok pula melewati lorong yang gelap dan banyak patung. Aaaaah ngga aaah, minta pindah di keesokan harinya dan kita di upgrade ke suite? Masih seram? Pas rame2 dengan Ayah dan Idan sih ngga, pas mereka udah pulang iyaaaa masih dong. Sampai pindah tengah malam ke kamar Elina dan Riri yang juga menginap di situ. Ga recommended deh buat yang jiwanya penakut kayak simbok. Mending cari hotel yang baru dan modern aja bangunannya. 


Ayah di lobi leyeh-leyeh jetlag

Dianggap bagasi apa yaaa?

Seger berenang

Simbok - Ayah di lobi yang bagus tapi creepy


Malamnya kita makan icon kuliner Solo, nasi liwet. Tapi bukan yang mainstream si bangsa gemuk, ini rekomendasi temen lokal, adanya depan Novotel . Nasi liwet Yu Djamboel. Bedanya apa ya? Entah kan simbok cuma tau enak dan enaaak sekali hehehe.


Porsinya imuuuut

Lokasi depan Novotel


Terus lanjut naik sepeda hias di seputaran Stadion Manahan. Ih nih anak berbinar matanya besar sekali kayak lampu sorot (lebay ah). Sampai bosen nemenin dia...plus lapeeeer. Akhirnya ke Galabo, itu loh tempat kulineran bentukannya si Jokowow waktu masih jadi walikota. Melewati pasar malam triwindu. Bagus-bagus sih barangnya, tapi yaaah gitu deh kalau ada yang udah kelaperan jadi ga konsen. Idan kalau udah ngantuk dan lapar kan super duper sesuatu. 
Tuh kan berbinar


Ayah pegel genjotnya

Pasar malam

Ada panggungnya

Galabo


Di Galabo, Idan bobo aja di mobil, cuma pesan nasi goreng buat dibawa ke hotel. Ya elaaah leee, jauh-jauh ke mana2 pesananmu selalu standar, nasi goreng. Simbok dan ayah mencoba makan sate kere (not my taste, too sweet), wedang leci ? (lupa namanya nah ini enak) . Habis itu kita pulang ke hotel seram itu dan siap2 bobo buat jalan-jalan lagi ke Tawangmangu besoknya. 

Habis sarapan di hotel, kita ke Tawangmangu. Liat apa ya? Air terjun yang super duper padat dengan orang dan sampah. Hiks mending ke Sangiran aja kalau gitu. Capek banget disini nafas simbok mau putus. Akhirnya balik ke parkiran mobil naik kuda. Kasiannya kuda yang bawa simbok ya, overluggage hiks. 

Peta Tawangmangu


Oaaaaheeemmm ngantuik ya nyet
Tuh ngga ada bagusnya yaa
Masih nyengir abis naik kuda


Hiburan kekecewaannya adalah iming-iming makan sup buntut Bu Ugi. Naaaah ini baru enak. Dingin-dingin makan yang anget-anget. Terus murah lagi...ah kenapa di daerah makanannya murah-murah yaaa? 


Sluuuuurp jadi pengen


Dari Tawangmangu kita mampir rumah eyangnya Farrel, teman sekelas Idan yang pindah ke Jogja. Dulu Idan dan El cs banget. Semoga silaturahminya jalan terus ya. 


Eyang, tante Dini, Farrel

Malamnya ada Cultural Night. Simbok maju ke panggung barengan dengan para konsulen, kayaknya ga layak nih dijejerkan sama mereka. Ayah dan Idan bangga banget kayaknya sama simbok (masaaaaaa? perasaan simbok aja keleus).
Sebelahan sama Dr Mulyadi SpAK

Besoknya Idan dan Ayah sempat ke museum Sangiran sayangnya karena kudet ternyata kalau hari Senin tutup buat maintenance.... yaaaah sayang amat ya nak? Padahal bagus buat edukasi. Dan siangnya Idan dan ayah pulang, simbok masih sehari lagi. Sepi ga ada kalian. Walau simbok masih semangat kulineran sih hehehe... Kapan-kapan kita khatamkan jalan-jalan di Solo ya Dan, mumpung Idan masih mau diajak pergi sama simbok dan Ayah. 


Mie Toprak

Toko Mesran

Timlo Solo

Dinner dari Dexa di Goela Kelapa

KOLEKSI JADUL: TANDA PENUAAN DINI ?

Tahun 2013 yang lalu saya menemukan hobi baru, koleksi keramik jadul. Kenapa keramik jadul? Karena keramik koleksi saya memang bukan keramik antik. Asalnya paling tua dari tahun 70an, rata2 era 80an. Kok senang? Karena keramik tersebut mengingatkan saya pada masa kecil.

Berawal dari keisengan memiliki seperangkat piring dan cangkir seng bermotif bunga. Duh kampungan banget rasanya ya, piring yang mama saya dulu tidak pernah mengijinkannya ada di dapur, dengan alasan ini adalah piring ala orang susah. Duh Mamaaaa....ini antik, ndeso, unik, nyeni. Ya sudahlah saya tidak akan pernah bisa membuat mama saya mengerti bahwa perangkat makan seng itu unyuuuuu.

Koleksi pertama cukup sekadar piring kaleng 

Membongkar lemari makan mama, saya mendapatkan sisa2 kejayaan mama sebagai ratu RT (baca jaman mama masih aktif bekerja sebelum pensiun). Ada cangkir2 single motif melati mawar, bunga kangkung dan black rose (yang saya baru tau nama2 motifnya setelah kejebur di dunia jadulan ini). Kemana ya sisanya? Plaaaaak....duh dulu saya sering tanpa sengaja memecahkan. Maaf ya Ma, tanganku ini gangguan motorik halus kayaknya dueeeh. \



Motif apa ya ini namanya? Mawar kuning? Cangkir pertamanya boleh ambil dari rumah mama

Singkat cerita, satu per satu saya mulai mengumpulkan si cantik cangkir dan lapak itu. Pelan-pelan dikumpulkan sesuai isi kantong. Hihihi kolektor abal-abal seperti saya ini kan kantongnya minim banget, jadi kalau harganya mahal ya terpaksa nyengir aja. Memang beberapa koleksi yang susah dicari harganya lumayan mahal. Tapi kalau ada yang saya suka, dengan semangat 45 saya kejar terus dan saya beli walaupun dengan mengorbankan uang belanja seminggu (maafkan aku ya pak suami ..) 


Motif twin rose ini susah nyarinya

Yang ini rasanya semua kolektor teko punya

Motif kembang kangkung judulnya



Lama-lama ga cuma koleksi tea set aja jadinya. Boneka porselen pun saya koleksi,tapi sepertinya koleksi boneka porselen ini bakal saya lego bentar lagi. Berhubung ini patung saya agak khawatir rumah saya dijauhi malaikat. Cuma masih bingung gimana menjualnya. Ada yang mau beli ga? 



Ini tuh boneka porselen yang mau dijual

Salah satu koleksi kapstok jatiku

My favorite ...koleksi lonceng mancanegara

Suka sama si old music box boleh nemu di bazaar


Beda memang keramik jaman dulu sama sekarang. Tastenya beda memang. Lebih rustic gitu. Cuma untuk sementara hobi koleksi barang jadul ini saya tunda dulu berhubung lemari pajang udah penuh. Padahal masih pengen beli dan melengkapi seri yang beredar. Nabung dulu deh hehehe. Ga rugi kok saya koleksi, anggap aja investasi. Karena memang harganya makin naik.


Masih banyak yang belum saya foto sih. Ini juga postingan udah lama mendekam baru saya keluarkan, daripada blog saya ini koma :)


Ini motif Dancing Dutchmen, termasuk era 80-an ke atas, bukan antik sih tapi lucu aja
Beda kan warna keramiknya