Cinta

Cinta
Demi Wildan

Bebek

Bebek
Jepret-jepret karya WIildan

Minggu, 30 September 2012

Mommies ROCK, Mommies RULE the world

Sejak mengasuh grup masalah kesehatan anak sehari-hari dari 2 tahun yang lalu, ada beberapa manfaat yang bisa saya ambil. Paling menyenangkan adalah berkenalan dengan beberapa ibu-ibu super. Sungguh saya kagum dibuatnya melihat sepak terjangnya. Terkadang malah minder jadinya, merasa jadi ibu yang payah dibanding mereka. Segala keluhan yang saya lontarkan terkait betapa capeknya saya menjadi nakhoda rumah tangga saya seakan-akan tidak ada artinya dibanding para ibu hebat tadi.


Mau kenalan ga sama mereka? Siapa tahu kisah hidupnya menginspirasi kita dan membuat kita menjadi lebih baik dalam segala hal. Beberapa di antara mereka memiliki anak "spesial", berkebutuhan khusus. Tentu tidak mudah bagi mereka dan keluarga lainnya mengatasinya. Coba bayangkan, memiliki anak yang memiliki kondisi medis khusus, berapa stok kesabaran yang harus tersedia? Belum lagi berapa jumlah biaya yang mesti dikeluarkan. Tapi kayaknya dari obrolan-obrolan kami, para supermoms ini kelihatan santai, menerima keadaan, ikhlas, bahkan masih bisa berbagi dengan orang lain.

(Lah aku? Idan nilainya turun aja udah panik setengah mati, stres sendiri sampai migren, mikir yang nggak-nggak kenapa sampai Idan jeblok nilainya. Idan berulah sedikit aja, aku langsung teriak-teriak ga sabar dan marah. Idan sakit panas sedikit saja, langsung lebay kasih antibiotik canggih (padahal ke pasien paling selektif kasih antibiotik).Dasar aku emak lebay bin jablay alay! Ga bisa deh dibandingkan stok ikhlas dan sabarku dengan emak super tersebut).


Haloo...iya bener, saya yang pesan
asinan 1 lusin tadi....

Seperti contohnya, mbak Risris Kartaatmadja aka Ibu Embun. Dua dari tiga buah hatinya memiliki kondisi neurologis cukup rumit. Tapi kayaknya mbak Risris tetap senyum, bercanda, masih menulis ini itu, masih sempat berbagi ilmu dengan orang lain. Mengedukasi masyarakat di sana sini, mengorganisir seminar, bicara di banyak tempat. Masih rajin buat kue sendiri buat keluarga (jadi mikir, gimana bagi waktunya sih?).


Saya ngga nyanyi ini...sumpah

 Lalu ada mbak Primaningrum aka Ibu si kembar tiga. Akibat lahir prematur, bayinya yang terkecil ga survive dan yang nomor dua mengalami ROP dan akhirnya tuna netra. Buatku, mbak Prima ini ga pernah patah arang membimbing Balqiz yang memiliki kendala. Hebatnya lagi, membuat yayasan pendukung orangtua yang memiliki keadaan yang sama , plus satu lagi, jadi selebritis hahaha (jadi ingat donat J-co nih).

Duuh, kenapa sih difoto?
 Eike kan pemalu...
Terus ada mak Ros (maknyaak aku ga nemu fotonya dirimu..) (akhirnya nemu foto dirimu hahaha ) yang putra terkecilnya punya masalah segudang sejak lahir, namun tampak sangat tabah mengatasi semua hal yang timbul. Masih sering bercanda pula. Padahal si kecilnya sempat menjalani sekian rangkaian operasi besar (hatinya sebesar apa ya?).





Dessy itu yang senyum ya
hahaha....

Ada pula mbak Dessy Mardiana yang anak ketiganya survive dari ensefalitis dan ITP. Dari pengalamannya, beliau aktif di sebuah komunitas pendukung dan berbagi dukungan. Masih pula buka usaha katering rumahan dan jadi kutu loncat Jakarta-Jogja-Bali (apa punya sayap ya?).

Coba kalau aku? Lah Idan kuning hiperbilirubinemia dirawat karena light therapy intensif aja aku nangis bombay pakai pegangan tiang. Benar-benar aku ini ibu TERLALUU...

Itu yang saya lihat dari luar sih, ga pernah tahu juga isi hatinya. Maksudnya, dari cerita mereka, saya bisa ambil kesimpulan, kalau pun kita sedih atas sebab apapun, bagaimanapun juga hidup harus berlanjut. LIFE GOES ON AND EVERY SECOND COUNTS. Buat apa menyesali keadaan, tidak akan berubah kecuali kita mengubahnya menjadi lebih baik. Berbuat sesuatu lebih baik daripada duduk diam dan tidak melakukan apa-apa. Lalu buat apa membombardir (bener ga sih tulisannya?) orang lain dengan kesulitan kita dengan menampakkan wajah sedih setiap waktu? Benar kan?


Hhhmm siapa lagi ya?



Eri yang nyengir karena jualannya laris
Oh ya...si Ibu Gurita alias Eri Sintya ini juga hebat. Coba bayangkan (sambil bayangkan beneran yaah), Eri ini tinggal di negeri orang, anak 4, mostly balita, ga punya asisten RT, mengerjakan semua pekerjaan RT sendirian, masih sempat jualan online dan bantu-bantu di grup. Makanya saya bilang, Eri adalah Ibu Gurita, tangannya lebih dari dua. Nah saya? Manja banget sih gue ini *memarahi diri sendiri*. Boro-boro masak setiap hari, buatin teh buat si ayah aja kagak pernah.( Huahuhuhu maafkan aku, ayaaah)

 
Ini gambar bu Ani? Kok  kayak kue?

Ibu yang satu ini juga ga kalah hebat, bu Ani Berthy. Bunda ini anaknya 8... (iyaa, benar 8 hehehe), tapi super hebat. Masih bisa buka usaha baking.  Padahal si kecilnya punya Down Syndrome dan pernah menjalani operasi jantung besar. Malu saya sama ibu-ibu ini. Laaah anak satu aja kerepotan ngurusnya, kayak ga niat punya anak huhuhu payaah.

Bukan ternyata..yang ini bu Ani-nya
 Belum lagi ada maknyak Lia Kariani, pegawai plat merah ini juga termasuk sibuk (ngitungin duit tiap hari). Hebatnya masih bisa buka usaha sambilan buat praline. Terus bu dosen Lenggogeni, walaupun sibuk masih bisa nge-game tiap hari..eh salah masih sempat buat cemilan sehat buat anak-anak tercinta. Laaah, saya? Rencana mau buka usaha sampingan aja dari dulu mentok terus di niat. Niat mo buat kue untuk Idan tiap hari aja cuma sebatas angan-angan hiks.


Apakah ini arca Roro Jonggrang yang hilang?
Bukaaaan....ini juragan coklat

Nah jangan main-main sama bu dosen ini
Bisa-bisa ngga dilulusin sekolah ;)


Oooy anaknya mamanya siapa ini?

Beda generasinya sangat
terlihatkah?

Dari angkatan di bawah saya (huaah ketauan umurnya deh), ada Putri Little Holiday (still thinking funny about the name hahaha) dan Ully Narulita Insani yang semangat keibuannya melebihi saya yang sudah lebih senior (hiks). Waktu saya seumuran mereka berdua dan punya anak kecil, saya tidak sehebat mereka, yang bersedia menjadi fulltime mom agar bisa mengawasi si mungil tumbuh. Memberikan makanan homemade, berkomitmen memberikan asi eksklusif, mencari tahu semua ilmu tentang tumbuh kembang anak. Laah gue? Boro-boro makanan homemade, lah gue aja jarang makan diperbudak sistem sekolah (gubraaak). Terus ASI eksklusif? Wah jangan nanya saya deh, saya mah ngomong doang (tutupmuka pakai bantal) 

Masih banyak lagi sih para supermom, tapi ga mungkin juga diceritakan satu-satu di sini (alasaaaan, beib, padahal udah ngantuk). Tapi walaupun saya tidak sehebat mereka, ada satu persamaan saya. Saya sangat mencintai anak dan keluarga saya (serius nih ya ayah dan idan,,,serius nih ibu) seperti halnya para supermom mencintai keluarga masing-masing.

Terima kasih ya sudah menginspirasi saya untuk  menjadi orang dan ibu yang lebih baik. Sangat tidak menyesal mengenal kalian semua.

Salam takjim saya


Masterchef Supermom wanna-be






Sabtu, 29 September 2012

Kalau kau bobo

Narsis sedikit ya? Saya ini pecandu wajah anak saya. Buat saya, ga ada anak lain seganteng dan selucu Idan. Mungkin memang dia keling meling meling, kurus ga semok kayak anak lain, tapi wajahnya ganteng ala Jawa (halaaaah opo meneh kuwi). Hidungnya lumayan bangir kayak ayahnya (*and the rest of the Supeno clan*), gak ngikut hidung ibu yang ala Benyamin Sueb, mekar bagai bolu kukus bebas kutukan (nyengiiiir). Pokoknya tampang Idan ini besok gede bakalan cowok banget deh (anti Korean look). Apalagi kalau dilihatnya pas lagi bobo (iyaa soalnya ga pakai pecicilan). Soooo peaceful, almost angelic like.

Semua orangtua pasti paling senang saat melihat wajah anaknya waktu bobo. Damai, tenang, ga ada beban. Seakan-akan dalam mimpinya cuma ada dunia permen dan es krim warna warni. Obat capek paling mujarab, ya kan?

Saya juga begitu. Jam kerja saya yang sampai malam seringkali membuat saya sedih karena tidak bisa mengantarkan Idan bobo. Jadi acapkali saya pulang ke rumah yang hanya menyala lampu redupnya dan menemukan Idan dengan wajah malaikatnya tertidur pulas. Sangat sering, bobo berdua sama ayahnya (nah kalau mukanya si ayah sih ga kayak malaikat, kalaupun iya kayak malaikat udah pensiun ribuan tahun silam, yang ada gondok karena bete ga ditungguin pulang kerja huahuhuhu).

Kalau begini, sering iseng mengabadikan pose-pose si ganteng Idan bobo. Buat kenang-kenangan kalau suatu saat mukanya berubah ga kayak malaikat lagi hahaha...

Wajah yang memabukkan

Mimpi apa ya kamu, nak?
Mimpi apa ya?

Gaya mengusel-usel


Pengen begini terus selamanya

Sleep tight, we'll take care of you

Setelah setahun berlalu

Sudah lama ga nge-blog ... terlalu ya. Bahkan sampai nyaris lupa password-nya (*tepokjidat*)
Mencoba berjanji pada diri sendiri deh, bakal rajin curhat lagi di sini. Walau isinya cuma hal-hal ga penting.

Sudah setahun lewat dari terakhir cerita di sini ya? Let's see, setahun ini sudah apa saja yang terlewati.
  1. Pindah-pindah kerjaan
   Yuup....hitung coba berapa kali jadi kutu loncat buat mencari yang lebih baik (dalam persepsiku loh ya). Dari Cibitung, Bekasi pindah ke daerah Koja Tanjung Priok. Persamaannya cuma satu, sama-sama panas, muaaacet dan penuh kontainer raksasa. Ga betah lama-lama di sana, cukuplah 8 bulan saja menjadi dokter plat merah. Bukan soal gaji, tapi lebih pada suasana kerja. Dasar saklek, ternyata memang saya orang yang sangat "by the book" dan punya bakat Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Sehingga bila semua tidak bisa dilakukan sesuai yang seharusnya, maka saya jadi sangat depresif. Huaaah, siapa mau jadi gila? Jadi daripada sinting, maka keluarlah saya. Selamat tinggal perawat-perawat sok pintar, selamat tinggal sejawat-sejawat "terhormat" , selamat tinggal mesin absen pengatur hidup, selamat tinggal jalanan macet. Tidak akan saya merindukan hal-hal itu, tapi yang jelas saya akan merindukan pasien-pasien kecil saya. Durrotun yang berhasil bangun dari tidur panjangnya akibat meningitis Tb, Ilham dengan Sindrom nefrotik-nya yang berulang, Alvin dengan laringomalasia-nya, Najwa dengan cyclic vomitting disease-nya, Tiara dengan gizi buruk dan PJB-nya, Sofia dengan HIV-nya. Sedih bila saya mengingat mereka kembali, akankah ada yang bawel mengingatkan ibu masing-masing, membuatkan surat cinta pengingat minum obat dan kontrol, seperti yang saya lakukan sebelumnya? Ternyata tidak sia-sia tempaan studi kasus longitudinal selama saya residensi dulu. Semoga mereka semua lekas sembuh dari sakitnya.
 Sama pasien ROP
(huahuhuhu kasiannya kamu,nak)

Tapi semuanya terbayar dengan apa yang saya dapat sekarang. Menemani Idan sampai berangkat sekolah, menyiapkan bekal dan sarapannya, menciumnya saat berangkat sekolah. Hal-hal kecil yang saya tidak pernah lakukan sebelumnya. Tidak ada lagi bangun tergopoh-gopoh jam 4 pagi dan berangkat jam 5.30 karena mengejar busway  transjakarta yang kosong atau pulang dengan seluruh energi terkuras. Cukup sudah 5 tahun saya melakukan itu. Tidak mau lagi!
Dan terdamparlah saya di sebuah RSIA kecil dengan fasilitas tidak jauh berbeda dari klinik rawat inap. Yang kondisinya kadang membuat saya frustasi kembali karena tidak banyak yang bisa saya lakukan di sini. Serasa di pelosok suatu daerah! Tapi RS ini bisa saya tempuh 5 menit dari rumah, sehingga waktu dan energi saya tidak tersita. Walau dengan konsekuensi degradasi IQ :D. Biarlah, prioritas saya bukan jadi yang paling pintar atau terkenal, kok. Apakah rizki berkurang? Satu pintu tertutup, beberapa pintu terbuka buat saya, sehingga saat ini saya berpraktek di 3 RS seputar Pondok Gede saja yang saya bisa akses dalam 30 menit. Alhamdulillah...and which favor of Alloh SWT you denied?



Di tempat praktek

2. Punya rumah sendiri

Yaaay, akhirnya saya berhasil memenuhi janji untuk punya rumah sendiri di usia 35 tahun. Terlambat ya? Hahaha lebih baik telat daripada tidak pernah. Setelah menikah 8 tahun, berpindah-pindah rumah kontrakan, 4,5 tahun di rumah petak sewa bulanan, kami punya rumah. Alhamdulillah. Kebayang ga, menyelesaikan studi spesialisasi anak dari sebuah rumah petakan? Bertumpuk-tumpuk buku punya saya, punya si ayah dan juga punya Idan. Sumpek sangat! Tapi kami betah-betahkan karena saat itu, rumah itu adalah yang terbaik yang kami miliki. Dan saya bisa kok lulus memuaskan. Bertahun-tahun kami bermimpi, kapan punya rumah sendiri ya? Dengan halaman yang cukup memberikan jarak dengan tetangga, sehingga kami tidak mendengar mereka bertengkar atau membincangkan orang lain. Maklum saja, penghuni lingkungan rumah petak kami kebanyakan dari golongan bawah. Andai mereka tahu, ada seorang (calon) dokter anak tinggal di lingkungan rumah petak mereka :D.



Nih, rumah petak kami dan penghuninya yang paling ganteng

Sampai akhirnya tabungan kami cukup untuk membeli rumah. Rumah beneran loh. Dua lantai dengan halaman yang luas untuk Idan lari-lari. Walaupun kami beli dengan cara mencicil dengan fasilitas KPR dan uang mukanya menghabiskan seluruh tabungan kami sehabis-habisnya. Idan punya kamar sendiri yang nyaman akhirnya, bisa menaruh semua mainan dan buku-bukunya. Bisa meluruskan kakinya saat nonton tv, bisa main sepeda depan rumah. Ayah punya ruang belajar sendiri dan punya rak buku yang besar. Saya punya dapur yang cukup lega untuk memasak. Dan akhirnya tempat tidur King Size yang kami beli di awal menikah dulu tidak lagi dititipkan di rumah Bapak karena sekarang bisa masuk kamar kami yang lega. Yaaay....

Wujud asli rumah baru kami

Sayangnya, awal kepindahan kami disambut oleh insiden "kecil". Baru seminggu pindah, disatroni maling. Tas batik saya yang harganya lumayan itu diangkut beserta isinya (kamera digital, tablet, dompet, uang, hp) dan komputer si ayah juga dibawa. Padahal seluruh tesis si ayah ada disitu dan belum di-backup. Saya sumpahin itu maling miskin 7 turunan, kejebur got bau, dan abses di perianal (byuuhbyuuh). Kata ayah, yaah mungkin zakat kami masih kurang (love you, ayah, for always be positive). Tapi traumanya membekas sekali, sehingga berubahlah rumah minimalis kami menjadi "kedubes Amerika" hahaha

Saingan kedubes Amrik

Jadiii...ya itu setahun ini kejadian yang buat saya penting maknanya. Eh satu lagi ding, Idan disunat. Tapi itu nanti lain cerita yaa.
Mejeng pre-op


Saya buat catatannya di blog supaya bisa saya kenang lagi suatu saat. Pleaseee, blogspot jangan bernasib sama kayak multiply yaa. Besok saya isi lagi deh dengan curhat ga penting saya, insya Allah. Pokoknya kemarin, sekarang, besok dan selalu serta masih akan bersyukur. Karena hidup selalu naik turun.