Cinta

Cinta
Demi Wildan

Bebek

Bebek
Jepret-jepret karya WIildan

Jumat, 14 Januari 2011

How to respect your teachers

Hhm, lagi suka buat judul berawalan “How” gara-gara lagi nge-fans sama sitcom “How I met your mother’ ;D. Tapi posting saya yang ini ga ada kaitannya sama Ted Mosby n the gang itu,kok.

Ceritanya kurang lebih seminggu lalu, saya bertemu seorang guru SD saya, Pak Dadi Gunadi (is it his last name? kind of slip my mind). Waktu itu saya baru selesai praktek dan karena ndoro kakung terlambat menjemput, saya putuskan berjalan kaki saja lewat jalan pintas, syukur-syukur papasan di jalan. Nah, di depan sebuah warung rokok, seorang bapak setengah baya (setengah baya itu pasnya buat umur berapa sih?) mandangin saya terus. Uugh tentu saja jiwa seleb saya keluar,ini orang ngapain sih liat2 saya? Kemudian tiba-tiba saja wajah bapak itu familiar dengan saya. Ya, bapak itu guru saya waktu SD. OMG, he still remembered me, despite my body evolution (dinosaurus kali ah). Saya sempat tergagap sesaat karena mencoba mengingat nama beliau. Sepertinya beliau tahu kesulitan saya dan langsung mengenalkan dirinya, “Pak Dadi, Rin”. *Aduh, maaf ya pak, saya ga langsung ingat nama bapak, murid yang durhaka ya,pak?*

Beliau masih seperti sosok guru yang saya segani 29 tahun yang lalu (hihihi nah ketahuan deh tuanya saya), hanya beberapa kerutan dan uban jadi aksesoris di sana-sini, tapi selebihnya beliau masih seperti dulu. Amazingly, he also still recognized where I used to live, my sisters name and my parents. Saya sungguh terkejut karena beliau masih ingat semua itu. Padahal tentu saja beliau punya ribuan murid yang telah dididik. Tapi beliau mengingat siapa saya. Bahkan saat Idan dan ayahnya datang, beliau berkata kepada Idan seperti ini:”Mama Idan dulu murid Bapak yang paling pintar di kelas, tante-tantenya juga sama pintarnya. Kamu yang pintar ya, biar kayak mama.” Seingat saya, murid terpandai di kelas dulu bukan saya, tapi beliau mengatakan itu di depan anak saya, sungguh membuat saya tersanjung.

Saat saya katakan profesi saya sekarang, beliau senang sekali. Beliau bahkan bilang,”Kalau bapak sakit, boleh berobat ke kamu,ya?”. Hehehe, tentu saja boleh, Pak, tapi kalau yang berat-berat bukan kompetensi saya ya.

Hhm, saya terus menaiki tangga satu demi satu, sementara guru-guru SD saya tetaplah seorang guru. Mereka terus ada di dasar tangga itu, memperhatikan dan membimbing satu demi satu para muridnya naik semakin ke atas. Dan apa yang mereka punya? Tidak ada selain kebanggaan telah mendidik muridnya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Dan apa yang telah kita berikan untuk mereka, yang terkadang namanya pun kita lupa L ? Tidak ada yang lebih layak selain rasa menghormati yang tinggi kepada mereka dan doa agar derajat mereka dinaikkan setinggi-tingginya di hadapan Allah SWT.

Gurulah pelita…

Penerang gelap gulita…

Jasamu tiada tara….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar