Saya tidak pernah bosan duduk di sudut menyender tembok atau membaca sambil tiduran dengan sebuah komik atau novel anak-anak yang tebal. Padahal buku-buku tersebut sudah berkali-kali saya baca sampai menguning. Herannya, kegemaran saya membaca (dan juga suami saya) tidak menurun kepada si Idan. Hadeuuuh, salah saya kurang getol membacakan cerita untuknya.
Saya paling senang
membaca dongeng Grimm, Andersen atau Perrault seperti kebanyakan gadis kecil lainnya. Semua ceritanya saya hapal. Semua fairy
tale saya tahu. Saking menikmati dongeng tersebut, kadang saya termimpi-mimpi
dan berkhayal jadi putri yang disihir dan diselamatkan pangeran. Kalau Mama-Bapak marah pada saya, saya ngumpet dikamar, berpura-pura mereka adalah naga dan penyihir yang jahat. Dan saya sesenggukan menanti ada ksatria pemberani menyelamatkan saya. Sampai saya lupa sendiri kalau saya sedang sedih habis dimarahin. Hahaha klasik
khayalan anak ingusan dan itu terbawa sampai saya jadi emak-emak. Apalagi
gambar-gambar di buku-buku cerita saya itu klasik, baguuuus sekali. Sampai
kadang saya contek dan jiplak tapi tidak pernah berhasil dengan baik.
Sekarang rasanya saya
jarang menemukan buku anak dengan ilustrasi yang bagus. Kebanyakan so cartoony,
peyang penjol tidak jelas gambarnya. Tidak seperti gambar indah di buku-buku
saya dulu yang jelas sekali rasa seninya (atau memang sense of art saya yang beda
haluan dengan illustrator buku anak sekarang). Pokoknya nyeni banget, nyaris seperti lukisan surealisme alirannya Basuki Abdullah dan Raden Saleh. Niat banget deh buku cerita anak dilukis pakai cat minyak, ga kayak sekarang, pakai komputer. Kurang nyeni.
Biar paham maksud
saya, saya beri contoh beberapa gambar dan sedikit ringkasan ceritanya
Ini cerita si Little Red Riding Hood. Anak yang diutus ibunya menengok sang nenek yang tinggalnya di seberang hutan. Di tengah jalan bertemu serigala dan sempat berbincang dengan mahluk buas itu. Serigala lalu pergi ke rumah nenek dan menyamar jadi nenek, tapi akhirnya berhasil ditembak ayah si Tudung Merah (ada beberapa versi tapi Grimm memperhalusnya). Pesan moralnya adalah jangan bicara dengan orang asing kalau bepergian.Kalau nekat, bisa-bisa nenek dimakan serigala hehehe |
Lalu ada lagi si Hansel and Gretel, anak Jerman yang kesasar ke rumah permen dan kue milik penyihir kanibal yang suka makan anak-anak gendut dalam kuali. Pesan moralnya sebenarnya adalah kalau pergi sendiri, jangan jauh-jauh dari rumah, bisa tersasar. Dan kalau makan dinding kue dari biskuit, ssstt kunyahnya pelan-pelan, biar ga ketauan yang punya rumah :) .
Terus si Thumbelina, anak perempuan yang sebesar jempol orang dewasa. Yang lahir dari bunga tulip yang mekar. Awalnya Thumbelina selalu protes tentang ukuran tubuhnya yang mungil karena ia jadi tidak bisa kemana-mana. Saking mungilnya, ibunya menidurkannya dalam kulit kenari.
Thumbelina melarikan diri dari ibu katak yang ga tau diri :)
Gambar dari sini
|
Thumbelina diculik ibu katak yang ingin menikahkan dia dengan anaknya yang jelek. Singkat cerita, akhirnya Thumbelina menikah dengan Pangeran Peri yang tinggal di kerajaan peri di ladang tulip. Moral ceritanya, selalu bersyukur jadi diri sendiri dengan kelemahan yang ada, karena pasti ada happy ending-nya. Misalnya ketemu pangeran tampan dan jadi ratu terus punya sayap *fufufu*
Kalau yang ini cerita tentang putri dan kacang polong (the princess and the pie). Jadi ada seorang pangeran yang mencari jodoh, inginnya punya istri yang perasaannya halus (lelembut kalee ah), tapi tidak jua kesampaian. Suatu malam yang berhujan deras, istananya diketuk seorang putri yang kebasahan (tau dari mana ya, emang keluyuran pakai mahkota?). Sang putri walaupun basah kuyup, bajunya robek-robek karena kena badai dan bertelanjang kaki, terlihat cantik sekali (putri raja gembel kali yaak?) dan sang pangeran langsung jatuh cinta (eeeaaaa plis deh ah). Oleh Ibu Ratu, si putri diuji kehalusan perasaannya dengan tidur di tempat tidur dengan kasur berlapis-lapis yang didasar kasur terbawah ditaruh sebuah kacang polong. Paginya, si putri laporan ngga bisa tidur semalaman karena ada sesuatu yang keras di tempat tidurnya. Taraaaa dan langsung deh diangkat jadi mantu. Moral cerita kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda eh maksudnya Don't judge the book by its cover. (Dan jangan nginep di rumah cowok bukan muhrim, jeng, nanti digrebek pak RT). Gambar diambil dari sini
Cerita putri yang lain adalah The Princess and the Frog (bukan yang Tiana dari versi Disney loh ya). Ada putri nih yang waktu main bola emas hadiah dari ayahnya(putri kok main bola?), nah bolanya kecemplung di sumur yang dalam. Putri itu sedih sekali. Tiba-tiba ada seekor katak yang bisa bicara dan bersedia mengambilkan bola emas itu dari dasar sumur asal sang putri mau menciumnya. Ternyata setelah bola diambil, si Putri membatalkan janjinya dan malah kabur. Sang katak lalu mengadu ke Raja, ayah si Putri dan membuat sang raja marah karena putrinya berbohong. Sang putri lalu diperintahkan untuk membawa katak itu ke kamarnya dan memperlakukannya baik-baik. Setiba dikamar, dengan jijik diciumnya sang katak itu lalu dilemparkan sekuat tenaga ke dinding kamar dan ternyata alih-alih katak, yang membentur dinding adalah seorang pangeran tampan (kenapa sih pangeran selalu dibilang tampan, emang ga ada yang jelek ya?). Ternyata katak itu adalah pangeran yang disihir dan hanya bisa kembali bila ada seorang putri yang mau menciumnya. Sampai disini, setelah saya dewasa, saya lebih suka versi Disney, yang putrinya justru berubah jadi katak juga hihihi. Moral cerita: jangan ingkar janji (dan jangan lupa sikat gigi sebelum mencium katak). Catatan : gambar dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar