Sewaktu saya duduk di bangku SD, setiap kali ditanya tentang cita-cita, jawaban saya selalu berubah-ubah. Pernah ingin jadi peragawati dan fotomodel (hahaha, tinggi amat ya cita-citanya?), jadi pegawai bank (kayaknya enak pegang uang terus tiap hari), pramugari (bisa jalan-jalan dan naik pesawat gratis), bahkan pernah pengen jadi presiden (gara-gara ngefans sama Pak Harto). Mulai SMP, cita-cita saya sudah tidak berubah-ubah lagi. Mau jadi dokter , begitu selalu saya menjawab. Cita-cita yang saat itu tampaknya sangat muluk bagi keluarga saya.
Bapak saya seorang pegawai percetakan kecil yang ordernya tidak pasti dan ibu saya seorang PNS. Hitung-hitungan matematika, rasanya tidak mungkin saya bisa kuliah. Tapi,Subhanallah, Allah Maha Besar, saya bisa sekolah kedokteran, bahkan bisa mengambil spesialisasi. Dengan berbagai cara, orangtua saya membanting tulang supaya saya bisa ikut bimbingan belajar yang terbaik, ikut berbagai kursus bahasa asing, memberikan saya fasilitas belajar terbaik. Saya tidak pernah tahu kesulitan keuangan yang mereka hadapi karena mereka sepertinya selalu meluluskan permintaan saya. Setelah kuliah kedokteran saya selesai, barulah Bapak bercerita banyak betapa sulitnya membiayai saya kuliah. Airmata saya mengucur deras saat Bapak menceritakan semuanya pada saya. Padahal saya kuliah di sebuah fakultas kedokteran negeri di Semarang. Biaya kuliah saya per semester saat itu hanya Rp.180.000, sebuah jumlah yang amat sangat murah bila dibandingkan dengan biaya kuliah kedokteran saat ini yang mencapai ratusan juta rupiah, bahkan di universitas negeri sekalipun!
Betapa besarnya pengorbanan orangtua saya membantu saya terbang setinggi mungkin mencapai cita-cita saya. Betapa banyak cucuran keringat yang orangtua saya keluarkan untuk membuat saya meraih impian saya. Dan tidak akan pernah bisa saya mengganti setiap tetesan keringat dan airmata mereka, bahkan setelah semua mimpi nyaris terwujud. Hanya doa yang bisa saya panjatkan agar Allah SWT membalas semua jasa mereka dengan tempat yang paling tinggi kelak disisinya.
Jadi , jangan takut bermimpi memiliki sesuatu yang lebih baik. Jangan takut memiliki cita-cita setinggi mungkin. Kalau Allah SWT meridhoi, akan ada jalan yang ditunjukkanNYA. Cita-cita itu juga yang sedang saya rajut untuk anak saya tercinta. Semoga Allah SWT menunjukkan jalanNYA. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar