Risiko jadi ibu yang punya banyak urusan di luar rumah (baca:sekolah) adalah berurusan dengan asisten rumah tangga. Saya tidak suka menyebut dengan 'pembantu', tidak enak didengar di telinga saya yang priyayi ini (hihihi....). Ya, asisten lebih enak didengar karena memang fungsi mereka adalah sebagai asisten saya, bukan pengganti saya sebagai ratu rumah tangga. Ingat, ratu rumah tangga yaah, jadi jangan bayangkan saya pakai longdress dan mahkota, melainkan pakai daster dan bawa sapu ; D
Kembali ke laptop....eh esensi tulisan saya. Jadi karena fungsinya sebagai asisten, selayaknya memang pemeran utama sebagai upik abu masih saya sandang dong. Tapi dasar saya dudung, saya suka melencengkan (halaah ada ga sih kata ini?) peranan tersebut. Semua urusan tumplek bleg saya serahkan ke dia. Mulai dari urus anak saya yang masih perlu dimandikan dan disuapin makan sampai ngurusin suami . Husssh, jangan ngeres ya, maksud saya bikinkan teh suami setiap pulang,gitchuuu....
Lho, kan emang tugasnya dia begitu? Kan dia dibayar!!
Ya benar, memang kita membayar si mbak asisten. Tapi apakah harga yang kita bayar untuknya cukup untuk membuatnya menggantikan peran ibu buat anak kita? Apakah lantas tugas sebagai istri tergantikan? Semoga menjadi intropeksi buat saya.
Buat saya, asisten adalah salah satu pemeran pendukung terbaik dalam peran saya sebagai ibu yang harus keluar rumah. Tanpa mereka, pastilah hidup saya kacau balau. Lepas dari semua carut marut yang asisten saya tunjukkan, saya akan selalu berterimakasih pada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar