Cinta

Cinta
Demi Wildan

Bebek

Bebek
Jepret-jepret karya WIildan

Minggu, 14 Agustus 2011

Les Dandan Yuks



Kesempatan belajar dandan di “private beauty class” kesampaian juga hari ini. Tawaran semi mendadak dari Agnes Monica imitasi yang menyamar jadi SpA alias Erlin Juwita langsung diiyakan begitu diajukan. Padahal ngga punya waktu buat belanja ‘perlengkapan perang”. Dan tau sendiri lah betapa minimnya isi beauty case punyaku (baca:tempat pensil yang berubah fungsi). Akhirnya dengan bondo nekat, daku kursus singkat dandan hari ini dengan modal pelembab, foundation, bedak padat yang berubah bentuk jadi bedak tabur karena terjatuh, bedak tabur yang tumpah separuh, lipstick 90% habis, dan blush-on salah warna. Erlin sih lumayan bawa perlengkapan banyak dan cukup lengkap (catat:including fake eye lashes), tapi semuanya pinjaman hehehe. Kesimpulannya, Erlin dan daku sama-sama buta dandan.

So, berangkatlah daku dan Erlin bernyasar-nyasar (tapi tidak beria-ria) mencari rumah si instruktur, namanya Mbak Anggie. Dia ini yang punya www.galericantikanggie.com. Kesan pertama ketemu si mbak Anggie ini rada-rada ngga percaya, habis penampilannya biasa banget, ngga ada kesan jago dandan. Tapi begitu duduk di meja rias dan kasih instruksi-instruksi sama kita berdua, plus dipraktekkan juga ke wajahnya, wuaaaahhh langsung berubah cuaaantik banget jadinya si mbak ini. Sampai kagum!

Daku sama Erlin berasa dungdung banget. Step awal saja sudah salah, pakai foundation. Ternyata ada cara sendiri pakai foundation. Selama ini kan daku langsung pukpukpuk hajar bleh pakai foundation hahaha, tapi syukur masih lebih ngerti dibanding si Erlin. Dia ngga tahu beda foundation cair sama padat dan peruntukannya (lah si Erlin mah ngga usah pakai foundation udah putih). 

Nah berhubung kulit daku berminyak, hitam dan kusam seperti dasar wajan, tentu lebih susah menyulapnya berada di jalur yang lurus dan benar dibanding Erlin yang memang modalnya dari sono udah bagus hihihi. Seperti ini contohnya, daku kan ngga punya kelopak mata dan bulu mata pendek. So waktu mulai belajar pakai eye-shadow, ribet dah. Kata mbak Anggie harus pakai base warna gelap kalau perlu hitam biar batas matanya tegas. Daku turuti sarannya, lho yang ada mataku kok kayak korban KDRT, hitam seperti habis ditonjok? Belum lagi waktu mulai acara jepit-jepit bulu mata dan pakai mascara, hiyaaah bulu mataku kan ngga bersahabat sama si penjepit, dengan hasil terjepitlah kelopak mata bawah…hiks sakit euy. Terus pakai eyeliner yang juga menyiksa lahir batin, harus konsentrasi dan ga boleh tremor, bisa-bisa keculek deh mata. Haduh menyiksa banget ya mau cantik? Dan begini hasilnya…voila, miripkah sama Mpok Nori? ;D



Ternyata berdandan itu buat perempuan perlu ya, apalagi yang ketemu banyak orang tiap hari kayak daku. Paling tidak dengan berdandan, kita menjadi rapi dan dengan rapi, orang akan senang melihat kita. Orang akan merasa dihargai karena kita berusaha sedikit lebih keras untuk menemui mereka. Hhmm, baiklah, daku akan mencoba berdandan setiap hari (setelah selesai mencuci, menyetrika dan menyiapkan Idan sekolah)….harus bertekad kuat! (*ngga yakin*)

Modal buat dandan juga ternyata besar. Waktu tadi iseng tanya berapa harus keluar modal untuk investasi alat dan perlengkapan dandan, katanya sekitar 1,8 juta IDR. Jumlah yang cukup besar, tapi kalau dihitung perbulan kira-kira 150ribu IDR/bulan, kira-kira 5ribu IDR perhari. Ngga banyak kok, asal dipakai tiap hari….(Nah ngga janji deh ;D)

Tapi yang paling penting sih, cantik harusnya ngga dari luar saja ya, karena yang paling bagus adalah cantik yang datang dari dalam. Happy dandan yaa!

Kamis, 11 Agustus 2011

Street Fighter

Terpaksa menyetir sendiri itulah kondisi saya sekarang. Hampir 2 minggu ini saya kembali mengendarai mobil pribadi kemana-mana. Terpaksa! Yah, soalnya rute tempat kerja saya yang baru tidak cukup nyaman untuk dilalui dengan angkot dan bus, moda transportasi utama saya selama ini. Padahal yang kenal saya dekat pasti tahu ketidaksukaan saya mengendarai mobil sendiri. Satu, saya tidak mahir parkir apalagi parkir mundur mengingat mobil saya adalah “lokomotif besar”. Dua, saya grogi kalau terpaksa berhenti di jalan menanjak, duuuh kalau mundur bagaimana? 

Namun, mau tidak mau saya harus beradaptasi dan pasrah dengan kondisi saya sekarang. Maka jadilah saya sopir antar kota antar propinsi dengan rute Pondok Gede-Tambun-Cibitung atau Pondok Gede-JORR-Pasar Rebo-JORR-Cibitung. Demi menjemput dan mengetuk pintu rizki, demi bayaran sekolah Idan, demi beli rumah sendiri, saya ikhlas deh. Tapi, FYI, tetap saja saya tidak suka menyetir. Nanti kalau berlian saya sudah banyak, saya mau cari sopir pribadi yang ganteng, keren, dan wangi. Syarat terakhir dibuat mengingat saya trauma dengan aroma tukang ojek pribadi saya selama membuat tesis.

Ada hal-hal yang membuat saya sebal dan bĂȘte bila sedang berkendara. Dan tentu saja makin menambah alasan saya tidak menyukai nyetir sendiri. Alasan pertama adalah para pengendara motor. Hadeeuuuh, tobat deh lihat kelakuan motor-motor di jalan, kayak jalan punya moyangnya sendiri. Tiba-tiba menyalip dari kiri, motong jalan seenak jidat, maksa-maksa masuk ke sela antar mobil. Harusnya untuk bikin SIM motor orang wajib punya IQ ya, soalnya menurut pendapat pribadi saya rata-rata orang naik motor ngga punya otak (kecuali Kanjeng Mas Ali tercinta dan Atungnya Idan tersayang). Salah siapa motor jadi mbludak kayak begitu? *salahkan presidennya aja deh*
Yang juga saya sebal kalau ada orang nyetir (mobil/motor) sambil sms-an atau telpon. Astaga, bodoh atau ignorance sih? Gaya sopir motor kalau telpon-telponan juga bikin sebal, HPnya diselipin di helm dan dia ngobrol dengan santainya, ngga sadar kalau jalannya jadi ke tengah dan menghambat orang lain. Apalagi kalau yang sms-an sambil nyetir, idih rasanya pengen banget saya jitak pakai palu reflex. Bodoh yang tidak tertolong! Yang naik mobil juga sama, nyetir sambil smsan, mungkin matanya ada tiga kali ya, yang dua buat bikin text, yang satu lihat jalan. Bodoh kan? Tapi herannya biar bodoh, kenapa mobilnya bagus-bagus ya?
Belum lagi soal kasih lampu sen (benar ngga sih tulisannya?). Banyak sekali yang ngga pernah kasih sen kalau mau belok. Kalau bajaj sih saya maklum lah, hanya Tuhan dan sopirnya yang tahu kemana mereka akan belok. Tapi kalau motor dan mobil kan ada lampu sen-nya, mbok ya kasih sen! Apa dipikirnya semua orang dijalan paranormal, yang bisa tebak dia mau belok kiri atau kanan? 

Kalau nyetir malam-malam, saya sering papasan sama orang gila yang pasang lampu jauh di jalanan dalam kota. Yang lebih sinting lagi, pakai lampu kabut. Gila, pengen bikin saya buta ya? Waktu buat SIM, mintanya di pak RT kali, bukan di Samsat. 

Kalau yang ini sih bukan soal setir menyetir karena terkait pejalan kaki. Kesal ngga kalau lihat ada orangtua menggandeng anaknya di tepi jalan dengan posisi si anak di bagian yang paling dekat dengan jalan? Seakan mengorbankan si anak untuk tersambar mobil paling dulu. 

Ulah anak-anak ABG yang ugal-ugalan nyetir motor juga bikin saya stres di jalan. Sudah ngga pakai helm , bonceng bertiga, ngebut. Duh, orangtuanya tahu ngga sih? Atau jangan –jangan malah bangga kalau anaknya masih piyik dah bisa kebut-kebutan naik motor? 


Tapi yang paling saya takutkan adalah sesama sopir perempuan, ngga naik motor atau mobil. Khawatir mereka ngga bisa berhenti di jalan menanjak dan ngga bisa parkir mundur kayak saya. Hehehe….